Rabu, 18 April 2018

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MIOKARD AKUT









DISUSUN OLEH :
IBNU MUHAMMAD ABDUH, S.Kep
NIM : 4012180008







PROGRAM PROFESI NERS
STIKES BINA PUTERA BANJAR


TAHUN 2018







LAPORAN PENDAHULUAN
INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

A.      Pengertian
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 2013)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak. (Barbara,2013)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

B.       Etiologi
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
1.        Faktor penyebab :
a.         Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1)        Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
2)        Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
3)        Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
b.        Curah jantung yang meningkat :
1)        Aktifitas yang berlebihan.
2)        Emosi.
3)        Makan terlalu banyak.
4)        Hypertiroidisme.
c.         Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1)        Kerusakan miocard.
2)        Hypertropimiocard.
3)        Hypertensi diastolic.
2.        Faktor predisposisi :
a.          Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
1)        Usia lebih dari 40 tahun.
2)        Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause.
3)        Hereditas.
4)        Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b.         Faktor resiko yang dapat diubah :
1)        Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi lemak jenuh, aklori.
2)        Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

C.      Klasifikasi
Menurut Sudoyo (2012), klasifikasi IMA yaitu sebagai berikut :
1.        Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat dibedakan:
a.         Akut Miokard Infark Transmural ® mengenai seluruh lapisan otot jantung (dinding ventrikel).
b.        Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial  Infark® infark otot jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
2.        Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
a.         Akut Miokard Infark Anterior.
b.        Akut Miokard Infark Posterior.
c.         Akut Miokard Infark Inferior.

D.      Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
1.        Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
2.        Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat, ditusuk, diperas, dan diplintir.
3.        Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri.
4.        Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
5.        Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas dan lemas.
6.        Dispnea.
Adapun tanda dan gejala infark miokard  (TRIAS) menurut Oman (2008) adalah :
1.        Nyeri :
a.         Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b.        Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c.         Nyeri dada serupa dengan angina, tetapi lebih intensif dan menetap (> 30 menit)
d.        Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
e.         Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
f.         Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan  leher.
g.        Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
h.        Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
2.        Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan kadar enzim merupakan indikator spesifik untuk IMA, kadar titer enzim-enzim ini mencerminkan luas IMA.
a.          CK (Kreatinin Fosfokinase)
Pada IMA konsentrasi dalam serum meningkat 6-8 jam setelah onset infark, mencapai puncak setelah 24 jam dan turun kembali dalam waktu 3-4 hari. Enzim ini juga banyak terdapat pada paru, otot skelet, otak, uterus, sel, pencernaan dan kelenjar tiroid. Selain pada infark miokard, tingkat abnormalitas tinggi terdapat pada penyakit otot, kerusakan cerebrovaskular dan setelah latihan otot.
b.         SGOT (Serum Glutamic Oxalo-acetic Transaminase)
Terdapat terutama di jantung, otot skelet, otak, hati dan ginjal Dilepaskan oleh sel otot  miokard yang rusak atau mati. Meningkat dalam 8-36 jam dan turun kembali menjadi normal setelah 3-4 hari.
c.          LDH (Lactat Dehidrogenase)
Enzim ini terdapat di jantung dan eritrosit dan tidak spesifik. Dapat meninggi bila ada kerusakan jaringan tubuh. Pada IMA konsentrasi meningkat dalam waktu 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari dan bisa tetap abnormal 1-3 minggu. Isoenzimnya lebih spesifik.
3.        EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T tinggi dan simetris. Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.
Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injurysubendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi.
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi.
Sadapan dimana gambaran infark terlihat tergantung pada lokasi. Berdasarkan gelombang Q patologis dan elevasi ST pada sedapan EKG, IMA dapat dibagi menjadi :
Lokasi Infark
Q-wave / Elevasi ST
A. Koroner
Anteroseptal
Anterior
Lateral
Anterior ekstrinsif
High lateral
Posterior
Inferior
Right ventrikel
V1 dan V2
V3 dan V4
V5 dan V6
I, a VL, V1 – V6
I, a VL, V5 dan V6
V7 – V9 (V1, V2*)
II, III, dan a VF
V2R – V4R
LAD
LAD
LCX
LAD / LCX
LCX
LCX, PL
PDA
RCA
Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V– V2 sebagi mirror image dari perubahan sedapan V7 – V9
LAD        = Left Anterior Descending artery
LCX        = Left Circumflex
RCA        = Right Coronary Artery
PL            = PosteriorDescending Artery
Adapun keluhan utama adalah nyeri dada biasanya didaerah precordium anteriordirasakan seperti diremas-remas, berat, tertekan dan terhimpit. Nyeri  mulai dirasakan dari rahang, leher, lengan, punggung dan epigastrium. Lengan kiri lebih sering terasa nyeri daripada lengan kanan. Rasa sakit biasanya berlangsung lebih dari setengah jam dan jarang berhubungan dengan aktivitas serta tidak hilang istirahat atau pemberian nitrat. Nyeri disertai dengan rasa mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, gelisah, nyeri kepala berat dan sinkop. Sesak nafas mungkin bersamaan dengan nyeri dada sebagai tanda kemampuan atau fungsi vetrikel yang buruk pada keadaan iskemik akut. Nausea dan nyeri abdomen sering dijumpai pada infark yang mengenai dinding inferior.

E.       Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas  tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark(Price & Wilson, 2012)

F.       Komplikasi
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi, supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi), disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan thrombus mural. (Nurarif, 2013)

G.      Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2011), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
1.        EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis
2.        Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
3.        Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal hipokalemi, hiperkalemi
4.        Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
5.        Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6.        GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7.        Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
8.        Foto / Ro dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau  aneurisma ventrikuler.

9.        Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.




















DAFTAR PUSTAKA
Suyono (2013). Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan Proses Keperawatan).Alih Bahasa : Yayasan Ikatan Alumni pendidikan keperawatan pajajaran bandung cetak I.

Morton, (2012). Seri skema diagnosis dan penatalaksanaan gawat darurat Medis. Cetakan I. Alih Bahasa : widjaja kusuma Editor : Lyndon saputra. Binarupa Aksara . Jakarta

Nurarif (2013), Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Jilid I Media Aesculapius. Jakarta

Price & Wilson, 2012., Buku ajar keperawatan medical Bedah. Alih Bahasa Agus waluyo dkk. Editor : Monica ester dkk. Cetakan I . Edisi 8.EGC. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar